HMI PEKANBARU, Jakarta - DPR tengah mewacanakan penyusunan UU Survei dengan menekankan pada keterbukaan lembaga survei. Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) siap blak-blakan mengenai sumber dana di belakang survei, namun juga meminta DPR jangan hanya menyorot hal itu saja.
"Kalau saya perlunya dibuat Undang-undang ya bagus. Tapi soal keterbukaan itu, ada yang perlu diluruskan," tutur Ketua Umum Persepi Andrinof Chaniago dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (4/11/2011).
"Kalau saya perlunya dibuat Undang-undang ya bagus. Tapi soal keterbukaan itu, ada yang perlu diluruskan," tutur Ketua Umum Persepi Andrinof Chaniago dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (4/11/2011).
Keterbukaan tersebut, lanjut Andrinof jangan hanya menyasar pada siapa di pihak yang mendanai dari suatu survei. Menurutnya ada tahapan tersendiri sampai akhirnya lembaga survei mengungkap siapa penyandang dananya.
"Pertama itu keterbukaan mengenai metodologi. Setelah itu kalau diperlukan ya dilakukan audit survei," tutur Andrinof.
"Lalu jika dianggap masih meragukan, baru diungkap mengenai siapa penyandang dananya. Jadi tidak langsung terus tanya siapa penyandang dananya, ada tahapannya dulu," sambung Andrinof.
Persepi bersama lembaga-lembaga survei di bawahnya, lanjut Andrinof siap membeberkan penyandang dana dari suatu survei selama tahapan tersebut sudah terpenuhi. "Kami siap," tegasnya.
DPR mewacanakan penyusunan UU mengenai survei. Aturan ini diharapkan memungkinkan survei yang menjurus ke pembohongan publik dikenai sanksi.
"Manakala ada penggiringan opini publik, kebohongan publik, tentu perlu diatur. Ketika tidak objektif, tidak independen, ada kepentingan titipan, tentunya itu harus kita atur. Sanksi yang paling cespleng. Harus ada aturan UU khusus yang mengatur mengenai survei," ujar Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (3/11/2011).